sikap PKS mengenai konsep partai terbuka/inklusif, penegakan syariat islam, pancasila dan masalah keanggotaan non muslim

Bagaimana sikap PKS mengenai konsep partai terbuka/inklusif, penegakan syariat islam, pancasila dan masalah keanggotaan non muslim ?





jawab :

Pernyataan resmi Ketua Dewan Syuro PKS Ustadz Hilmi Aminuddin pada Munas II, 17 juni 2010 mengenai PKS sebagai partai terbuka dan inklusif, sikap terhadap non muslim, pancasila dan penegakan syariat Islam. [saya hanya mengambil poin poin yang berkaitan dengan keempat isu diatas]
ust hilmi dalam sebuah acara

Bagaimana  mengubah mindset dari partai kader atau partai dakwah menjadi partai terbuka? Dari partai esksklusif jadi partai inklusif?
Untuk kami masalah inklusivitas ini bukan taktis bahkan bukan pula strategis. Tapi muncul dari konsekuensi keimanan kita selama ini, yakni sebagai ummatan wasathan, umat moderat, umat pertengahan.

Konsekuensinya, PKS memang harus menerima pluralitas, Allah sengaja menciptakan keberagaman agar kita bisa saling menghormati dan menghargai.

Cuma kita menginginkan bahwa keberagaman itu mendorong dinamika di masyarakat. Justru kalo seragam masyarakat akan statis. Jadi pluralitas itu sudah sunnatullah dan inklusivitas menjadi suatu keharusan bagi PKS.

Kenapa harus terbuka, karena memang Islam agama terbuka, agama yang inklusif. PKS sebagai partai Islam harus melaksanakan rahmatan lil alamin, hasil upaya dan perjuangan kader PKS harus bisa dinikmati oleh semua golongan, muslim dan non muslim.

Kalau sebelumnya PKS dianggap eksklusif itu memang benar, karena saat itu PKS tengah membangun identitas diri, dan dari identitas diri itu muncullah integritas sehingga kita dihormati. Karena sulit bagi kita berinteraksi dengan orang yang tak punya identitas, apalagi tak punya integritas.

Setelah identitas dan integritas diri kita miliki dengan solid, PKS mencanangkan diri sebagai partai terbuka, kita dapat bergaul dengan dunia luar. Dalam Munas ini PKS mengundang Dubes AS, Dubes Jerman dan Dubes Australia, mereka semua hadir dan menghormati PKS.

PKS sudah membuat MoU dengan partai-partai di Australia dan China, ini bukti bahwa PKS sudah menjadi partai inklusif. Jadi PKS tak hanya ingin berinteraksi dengan partai dan tokoh di Indonesia saja, tapi juga dengan dunia internasional. Kita punya sumber daya manusia yang memadai untuk hal tersebut.

Itu semua menunjukkan bahwa PKS tengah meningkatkan identitas diri dari partai eksklusif menjadi lebih inklusif.

Mengapa pks menggunakan hotel ritz carlton sebagai ajang munas ii padahal kita tahu hotel ini adalah simbol as dan as sahabat israel, sementara pks kita juga tahu sangat pro palestina?
Ciri ke-Islaman itu adalah rahmatan lil alamin, universal, memayungi. Islam tidak datang untuk memberangus kemanusiaan, apalagi yang akan diberangus itu adalah komponen umat Islam itu sendiri.

PKS memandang persoalan Palestina adalah persoalan umat manusia, masalah HAM. Apalagi konstitusi kita mengecam penjajahan di atas dunia, bahkan dunia juga mengakui bahwa Palestina saat ini tengah dijajah Israel.

Kalau mau jujur, negara-negara Barat justru lebih maju ingin mendobrak blockade oleh Israel, sebagaimana 40 negara yang tergabung dalam kapal perdamaian Mavi Marmara. Sedangkan beberapa negara Tumur Jauh seperti Indonesia, Malaysia, ikut berupaya dalam mendobrak blokade ekonomi tersebut, sementara negeri-negeri Arab justru kalah gigih memperjuangkan Palestina.

Jadi soal Palestina sudah menjadi konsumsi masyarakat internasional, bahwa kita urun rembug di dalamnya, selain sebagai rasa keprihatinan sesama manusia juga sesama umat Islam.

Soal posisi AS, PKS ingin melihat AS sebagai sebuah bangsa, bukan sebuah rezim. Kita berhubungan dengan bangsa AS dan tidak ingin terjebak dengan rezim yang sedang berkuasa. Artinya AS sebagai bangsa adalah kumpulan manusia yang harus dihormati, tetapi AS sebagai rezim bisa saja baik dan bisa
juga tidak baik. Karena itu kualitas hubungan ini jauh lebih bermutu dan jauh lebih tulus, kalau rezimnya anti HAM ya kita tidak ingin bersahabat dengan rezim yang berkuasa tersebut. Tapi bukan berarti tidak ada interaksi, dengan berinteraksi kita bisa mengkritik, mengevaluasi dan memberi saran dan masukan.

Ini adalah bagian dari sikap inklusivitas PKS.



BAGAIMANA MEYAKINKAN KADER SOAL INI?
Kader PKS adalah kader yang terbina, PKS seperti universitas terbuka, terus menerus melakukan kaderisasi. Struktur terkecil di PKS bukan Depera, tapi unit-unit pembinaan kader yang terdiri dari 5-12 anggota yang rutin bertemu minimal tiap pekan. Mereka melakukan kajian, musyawarah, mendengar
pengumuman, dan bahkan berolah raga. Jadi kader PKS adalah kader yang sangat rasional dan tahu arah dari kebijakan partai.

MENGAPA PKS MENGUNDANG KADER NON MUSLIM? APAKAH INI AGENDA ISLAMISASI INDONESIA?
Kita mempunyai stelsel kaderisasi yang terbagi dalam delapan level kaderisasi, dua level kaderisasi yang bisa menampung siapa saja, di sana akan terjadi sebuah proses pembinaan.

Mengapa kita memberi ruang itu? Karena memang di daerah-daerah yang mayoritas non muslim ada yang datang ke DPP ingin membentuk kepengurusan PKS, pencalonan dari PKS, dan terjadi di banyak DPD di Kawasan Timur Indonesia.

Ini kita sahkan, ke depan banyak calon kader non muslim di KTI juga ingin bergabung dan kita tidak akan menolak. Ini menjadi relevan dengan misi PKS sebagai partai terbuka.

Dalam pembinaan kader di PKS kita membentuk semacam rijalul Islam (tokoh Islam), rijalud dakwah (tokoh dakwah), rijalul ummah (tokoh masyarakat), rijalud daulah (negarawan), dan tokoh lainnya. Jadi dalam kaderisasi partai itu ada proses pembinaan.

Tapi harus digarisbawahi, dalam kaderisasi PKS tidak mengharuskan yang non muslim masuk Islam. Karena itu ada konteks kehidupan berbangsa, bernegara, berinteraksi, berkontribusi buat bangsa dan negara.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sering memberi bantuan baik ke masjid maupun gereja. Jadi kita sebagai partai sudah mengantisipasi ke sana, kalau tidak begitu kita tidak akan pernah menjadi negarawan.

Mukernas PKS di Bali 2008 kita sudah mendeklarasikan sebagai partai terbuka. Tapi sejak didirikan PKS sudah ada interaksi dengan orang-orang Tionghoa yang tergabung dalam Inti, Ikatan Tionghoa Indonesia. Di dalamnya ada yang beragama Hindu, Budha, Kristen, Katholik dan lainya. Mereka sahabat kita sejak masih menjadi PK, karena masyarakat memang menunggu aktivitas yang benar-benar bermanfaat buat semua.

Bukan awal-awal yang kita kedepankan Islamnya, kita bisa bersahabat dalam bingkai kemanusiaan, kebangsaan, maupun keumatan.

BAGAIMANA MEKANISME NON MUSLIM YANG INGIN MASUK PKS?
Kita perlakukan sama dengan yang muslim, mereka harus mengisi formulir dan mengikuti pengkaderan. Silakan datang ke unit-unit DPRa (Dewan Pimpinan Ranting/tingkat kelurahan) untuk mengikuti Training Orientasi Partai. Setelah itu kontrak komitmen sebagai kader partai.

BAGAIMANA DENGAN ARIEL PETERPAN JIKA INGIN BERGABUNG KE PKS, APAKAH BISA DITERIMA?
Kita ini partai dakwah, kalaui integritas pribadinya masuk sebagai bagian dari komponen dakwah silakan. Apakah masuk kategori itu. Siapapun pada prinsipnya akan diberlakukan sama. Siapapun bisa, yang penting ada komitmen untuk membina diri untuk lebih baik lagi.

Coba aja daftar, ka nada persyaratan yang harus dipenuhi, kalau belum terpenuhi yang perbaiki diri agar bisa terpenuhi.


BAGAIMANA SIKAP PKS TERHADAP PENEGAKKAN SYARIAT ISLAM?
Saya pernah ditanya soal yang sama oleh sejumlah Jenderal yang mewakili keluarga besar TNI, tepatnya Pepabri, soal ini, yakni pasca Mukernas PKS di Bali. Pada saat Jenderal Sutrisno sedang sakit menyempatkan mengundang saya untuk makan malam, sebelumnya Pimpinan Pepabri Syaiful Sulun juga menanyakan hal yang sama, saya khusus diundang dan disaksikan Pangdam Jaya.

Pertanyaan mereka, bagaimana PKS akan menerapkan syariat Islam? Jawaban saya, tak mungkin kita sebagai umat Islam tak menegakkan syariat Islam.

Shalat harus pakai syariah, shaum, zakat, haji, hingga mati pun harus pakai syariah. Kita tidak bisa menyerahkan zakat tanpa menggunakan syariah. Nikah juga harus pakai syariah, kalau nggak pakai syariah kan nggak sah nikah kita.

Jadi, bertetangga pakai syariah, haji pakai syariah, bahkan mohon maaf silaturahmi kita ini juga adalah bagian dari syariah. Saya bilang, Bapak-Bapak Jenderal juga melaksanakan syariat itu kan? Iya jawabnya. Jadi tidak mungkin kita disuruh untuk melepaskan syariat dalam hidup kita.

Pada dasarnya syariat itu dibagi dua, bagian terbesar atau bahkan sampai 98% dari syariat Islam itu tidak tergantung oleh negara dan tidak membutuhkan UU.

Mau shalat, haji, zakat, umroh boleh saja tanpa ada UU nya, itu bisa kita kerjakan kapanpun dan oleh siapapun tanpa melihat ada atau tidaknya UU.

Syariat seperti ini berlaku bagi individual, keluarga dan masyarakat dan tak perlu ada UU. Dan untuk melaksanakannya tidak perlu negara, negara mau melaksanakannya boleh-boleh saja. Yayasan boleh, partai boleh, ormas juga boleh, entitas apapun boleh, dan tidak harus negara.

Sementara sisanya 2% dinamakan hudud, atau hukum, itulah yang suka ditakuti seperti qishos, rajam, potong tangan, hukum qital, cuma sedikit. Nah ini pelaksananya harus negara dan didukung oleh UU, tidak boleh individual, ormas, partai, yayasan, atau entitas lain melaksanakannya. Untuk yang ini harus negara yang melaksanakannya.

Karena harus negara yang melaksanakan, berarti harus ada UU, karena harus ada UU, berarti harus ada kesepakatan publik. Kalau publik tidak sepakat ya sudah, kita tidak boleh melaksanakan, gugur kewajiban kita melaksanakannya. Masa PKS mau menyelenggarakan sendiri potong tangan, rajam dan sebagainya, nggak bisa itu.

Ketika saya jelaskan seperti itu, para jenderal itu sepakat dan merasa jelas dengan uraian saya. Saya bertemu tiga kali, di Bali, di hotel Syahid dan di Jakarta, setelah itu di rumah Pak Try Sutrisno.

Yang menarik pernyataan Pak Syaiful Sulun, Ketua Fraksi TNI terakhir, mengatakan, dulu kami sebelum Mukernas PKS di Bali, kami keluarga besar TNI merasa tidak serumah dengan PKS. Setelah di Bali dan mendengar langsung penjelasan-penjelas an soal syariah, kami benar-benar merasa serumah dengan
PKS. Setalah dialog terakhir itu, kami tak hanya merasa serumah, bahkan merasa sekamar dengan PKS, itu kata Pak Syaiful Sulun.

LANTAS BAGIMANA PANDANGAN USTADZ SOAL PANCASILA?
Saya ingat benar yang bertanya waktu itu Jenderal Kiki Syachnakri, Ustadz bagaimana sikap PKS soal Pancasila? Saya bilang begini, pertanyaan Bapak ini dilatarbelakangi oleh Orde Baru, dimasa itu yang ditolak sebenarnya bukan Pancasilanya, bahkan non muslim pun menolak, yakni masalah tafsir tunggal
soal Pancasila. Apalagi BP7 itu tafsirnya kejawen, kan gak boleh ada yang menafsirkan kesundaan, kejawen kek, tidak boleh seperti itu.

Biar saja Pancasila sebagai ideologi terbuka menjadi kesepakatan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Biarkan orang Islam menafsirkan Pancasila menurut versi Islam, biar orang Kristen, Hindu, Katolik sesuai tafsirnya sendiri-sendiri, biarkan PKS menafsirkan sendiri.

Tidak boleh ada penafsiran tunggal daerah tertentu atau agama tertentu, ini semacam common platform, rujukan bersama. Jadi yang ditentang waktu itu adalah soal tafsir tunggal Pancasila, dan Alhamdulillah sudah dihapus. Jadi Pancasila sekarang milik bersama, dulu Pancasila ada semacam dominasi suatu kelompok untuk menafsirkannya secara nasional. Sekarang sudah tidak ada lagi penafsiran sempit seperti itu. Ini penting, sehingga kerangka kebersamaan itu bisa ditopang oleh Pancasila.

Kalau ada tafsir tunggal lagi soal Pancasila dikemudian hari, saya jamin bakal ribut, pasti ribut. Wah para Jenderal itu mengacungkan jempol, benar Ustadz.

TAPI TETAP ADA KECURIGAAN BAHWA TUJUAN AKHIR PKS ADALAH PENEGAKKAN SYARIAT ISLAM? DAULAH ISLAMIYAH?
Saya tidak bicara tujuan akhir, tujuan awal PKS itu memegang syariat Islam untuk urusan sehari-hari. Jadi tak ada tujuan awal tujuan akhir, hari-hari PKS itu dengan syariat sebagaimana saya uraikan sejak awal tadi.

NEGARA ISLAM?
Itu terlalu diterjemahkan masalah politik, termasuk pertanyaan mengapa PKS tidak mau bicara soal Piagam Jakarta. Karena bagi PKS Piagam Jakarta sudah politis, PKS jauh lebih tertarik bicara Piagam Madinah, Rasulullah bisa bekerja sama dengan Yahudi, Nasrani. Piagam Madinah jauh lebih universal dan lebih berhasil.

Jadi kita bicara syariah untuk urusan yang substansial saja, kita shalat, shaum, zakat, haji, dan seterusnya.[maksudnya pelaksana hukum seperti hudud, qishash dsb  harus negara dan didukung oleh UU, tidak boleh individual, ormas, partai, yayasan, atau entitas lain melaksanakannya. Untuk yang ini harus negara yang melaksanakannya-admin.baca kembali uraian sebelumnya]
sumber : http://www.facebook.com/notes/partai-keadilan-sejahtera/ustadz-hilmi-aminuddin-sebuah-penjelasan-lengkap/408381722140